Kamis, 22 April 2010

Persatuan Silat Seni Harimau Pusaka

Aliran Harimau Hijaiyah dari Langkat

Hawa pantai terasa kuat segera kita memasuki pusat kota pesisir Sumatera Utara, Tanjungpura, Langkat. Di keramaian siang hari itu Bang Dudung menghentikan kendaraannya tepat di muka Rumah Makan Gundaling yang sedang ramai pengunjung dan menghampiri seraya mencium tangan dengan khitmad kepada seorang lelaki di dalam.

Langsung orang-orang di sekitarnya heran dan bertanya-tanya ada apa kami orang-orang kota bertemu dengan Pak Keling, begitu julukan lelaki tadi, dan siapa sebenarnya Pak Keling itu. Tanpa memberi penjelasan lebih jauh, langsung kami keluar restoran dan singkat saja Bang Dudung menjelaskan maksud Reporter mencari keberadaan Harimau Langkat yang sangat tersohor namun sulit ditemukan.

Masih banyak tersimpan di penjuru negeri ini ilmu-ilmu silat yang tangguh serta efektif, namun sulit dijumpai begitu saja. Oleh sebab susah ditemukan, apalagi bisa dipelajari seakan ada kesan bahwa ilmu-ilmu tersebut disimpan rapat-rapat oleh para pemiliknya. Banyak alasan untuk tidak begitu saja menyebarkan ilmu-ilmu langka tersebut. Penyebab umum yang sering dijumpai rata-rata adalah penjelasan klasik. Apakah karena sangat berat untuk menekuni latihan rutin yang harus mengorbankan waktu dan biaya besar, atau memang karena tidak boleh diketahui orang lain.

Menurut dokumentasi dan catatan yang ada, di daerah pesisir Sumatera Utara, pernah terjadi sepasukan tentara pendudukan Jepang bersenjata lengkap dikalahkan hanya oleh satu orang yang ternyata kemudian dikenal dengan Harimau Langkat. Teknik tempur dan beladiri Jepang yang biasa tangguh kala itu seperti percuma tanpa guna. Para korban yang jatuh tidak meninggalkan bekas luka atau memar di tubuhnya, hanya sedikit bekas lilitan merah di leher tapi tulang-tulang leher mereka tertarik putus berlepasan.

Tiga puluh tahun kemudian, pada PON ke-IX tahun 1977, di kelas 65-70 kg Tanding Putra juara pertamanya memiliki gaya bertanding yang unik. Bahkan oleh pesilat lain ia seperti dibilang terlalu menantang atau mungkin juga sombong. Si juara tersebut adalah Ahmad Bukhari Ramzan dari Perguruan Harimau Hijaiyah – Langkat, punya pose khas dengan membentangkan kedua tangannya satu ke atas yang lain ke bawah lebar-lebar mengundang serangan lawan setiap posisi bersiap. Dia tidak melakukan kuda-kuda seperti umumnya. Tetapi begitu lawan menyerang apakah dengan tendangan atau pukulan, langsung disambut dengan terkaman paci Harimau Hijaiyah atau jurus kombinasi kait dan gedor yang kuat dan cepat. Bisa pakai apa saja Ramzan melakukannya. Entah sikut, dengkul, lengan atau telapak dan tinju. Gaya lancarkan jurus silat negatif (menunggu serangan) yang disusul hujanan serangan jurus lanjutan sering terlalu merepotkan lawan-lawannya.

Beruntung Reporter diizinkan melihat dan mencoba teknik Harimau Hijaiyah yang sumbernya berasal dari aliran Hijaiyah, Si Harimau Langkat, langsung dari sumber utamanya. Konon guru besar ini telah lebih dari dua belas tahun tidak mau memperagakan ke orang lain. Berkat bantuan murid utamanya beliau akhirnya setuju dipublikasikan.

Kuncian Selendang Harimau Hijaiyah yang nomor berapa tidak dijelaskan oleh Pak Keling, namun begitu Reporter coba lancarkan pukulan kilat lurus pendek ke dagunya dari jarak 60 cm, ia malah maju tidak menangkis atau mengelak. Dibiarkannya serangan yang datang menyerempet dagunya. Yang tidak disangka, seluruh lengan kanan Pak Keling masuk menyelusup cepat ke leher Reporter. Entah kapan ia bergerak ke belakang, siku dalamnya langsung membelit jakun leher berbarengan dengan tendangan atas bawah ke belakang lutut. Keseimbangan Reporter hilang dalam sekejap, sementara tekanan kuat di leher terasa mematikan tidak bisa bernafas. Seluruh vertebrae (tulang belakang) meregang meninggalkan nyeri yang sangat. Mengaduh pun tidak bisa karena tercekik kuat. Bukan main.

Dua puluh lima tahun silam aliran silat Harimau Hijaiyah dari Langkat didirikan oleh Syarifudin bin Mohammad Kahar, yang kemudian oleh penduduk setempat dikenal dengan nama Pak Keling. Awalnya Pak Keling belajar sejak usia remaja kepada Atuk Guru Tua pendiri aliran silat Hijaiyah, Abdul Jalil Hasibuan, yang juga dikenal sebagai Harimau Langkat. Guru Tua yang tinggi ilmu agama dan silatnya ini adalah putera seorang Syekh di perkumpulan tharikat ternama Naksabandiyah, di Kota Pinang, Rantau Prapat, yang bertahun-tahun mengembara menghindari kejaran tentara pendudukan Jepang.

Setelah dinyatakan cukup menjalankan ujian demi ujian berat, Syarifudin yang lahir di akhir tahun 1949 diberi ijazah dan diberi mandat untuk meneruskan dan menyebarkan silat aliran Hijaiyah. Sepulangnya mengikuti pertandingan silat se-ASEAN di Singapura pada bulan Februari 1974, dalam tempo enam bulan dia menggubah gerakan Hijaiyah dengan menyertakan gerakan dan teknik yang diadopsi dari ?harimau?. Untuk kemudian aliran yang dikuasainya itu ditambah namanya menjadi Harimau Hijaiyah.

Jumlah jurus Harimau Hijaiyah ada dua puluh buah, dilengkapi dengan empat kuncian dan satu kuncian emas. Nama-nama jurus sesuai huruf hijaiyah dari Alif, Ba, Ta seterusnya hingga Ya. Kurikulum pengajarannya terbagi dua tahap. Pertama adalah tahap dasar dan menengah, mengajarkan 20 jurus-jurus dasar dan aplikasi (sebagian besar tangan kosong) umumnya dapat ditempuh selama enam bulan.

Tahap lanjutan, berupa pendalaman jurus dan penempaan mental. Metoda pengajaran dilakukan dengan pengawasan satu per satu oleh guru. Dalam tahapan ini mulai si guru mengajarkan jurus atau ilmunya sesuai dengan kesiapan lahir batin muridnya. Belum tentu dari lima orang murid yang ada, misalnya, menguasai ilmu yang sama. ?Kalau perangai muridku masih macam orang jalanan tak mungkin ia dapat nomor kuncian tadi,? jelasnya lebih jauh. Untuk murid-murid khusus seperti dari kalangan angkatan bersenjata, pernah diajari teknik tempur dan perkelahian.

Teknik tersebut dinamakan Tangkisan Sekilat. ?Buat apa kalian serdadu berpayah-payah lama berkelahi. Cepat pakai kunci selendang kami dan jurus tangkisan sekilat. Sebentar saja lawan kalian bisa pindah dunia,? kata Pak Keling mengulang apa yang pernah ia katakan pada peragaan jurus-jurusnya di depan pasukan elit Kopasgat (sekarang Paskhas AU). Dalam aplikasi berkelahi betulan (street fighting) para murid ditekankan agar tak lupa menggunakan Ci?eh Hijaiyah. Ini semacam ilmu yang terlihat pada lirikan mata yang harus mampu membaca gerakan apa yang akan dilontarkan lawan. Digunakan dalam pertandingan olahraga IPSI pun sudah dibuktikan banyak manfaatnya.

Berawal dari lingkungan tempat ia tinggal, secara bertahap aliran Harimau Hijaiyah tersebar ke belahan utara hingga Banda Aceh dan ke negeri tetangga Malaysia. Di Banda Aceh pengajaran aliran dipusatkan di Kampus IAIN Darussalam. Di Malaysia, murid-murid utamanya tersebar di Kuala Lumpur, Johor dan Penang. ?Memang di aliran beladiri mana saja ada gerakan macam punya kami ini, tapi itu umumnya baru sampai Dal, belum lagi Lam Alif atau Ya,? paparnya lebih lanjut ketika menjelaskan bandingan Harimau Hijaiyah dengan beladiri lain.

Di samping para murid utama yang meneruskan ilmu perguruannya Pak Keling kini sudah menyiapkan Eddy Syahputra, putera sulungnya, sebagai pewaris.

Alamat :
Bpk. Syarifudin bin Mhd. Kahar
Jl. Jurung, Tanjungpura, Kabupaten Langkat
Sumatera Utara

Sumber :
Majalah Jurus No.20 / Th.I / Juni 2000

1 komentar: