Rabu, 11 Maret 2009

hancurnya sh bukan dari luar tapi dari dalam




Kasus perkelahian antar perguruan silat yang di motori oleh
Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Setia Hati winongo atau di sebut STK
(Sedulur tunggal kecer) dikaresidenan madiun akhir-akhir ini sangat marak dan
melibatkan masa pendukung secara massif dan di sertai dengan pengerusakan serta
jatuhnya korban jiwa. Konflik yang berpangkal dari perbedaan penafsiran dan
klaim kebenaran tentang ideoligi keSHan merambat hampir seluruh karisedanan
Madiun .hadirnya konflik tersebut juga meinimbulkan keresahan dan ketidaknyaman
berbagai lapisan masyarakat.

Arkeologi Kekerasan SH Terate VS SH Winongo .
Perkelahian secara turun temurun antar SH Terate dan SH Winongo
tidak lepas dari setting sejarah yang melatarbelakangi . Kedua perguruan
tersebut awalnya merupakan satu perguruan yaitu Setia Hati (diawali berdirinya
Sedulur Tunggal Kecer) yang berdiri di kampung Tambak Gringsing Surabaya oleh
KI Ngabei Soero Diwiryo dari Madiun pada tahun 1903. Pada tahun tersebut KI
Ngabei belum menamakan perguruannya dengan nama Setia Hati namun, bernama "Joyo
Gendilo Cipto Mulyo" hanya dengan 8 orang siswa, didahului oleh 2 orang saudara
yaitu Noto/Gunadi (adik kandung KI Ngabei sendiri) dan kenevel Belanda.
Organisasi silat tersebut mendapat hati di kalangan masyarakat sekitar tahun
1917 . yang mana Joyo Gendilo Cipto Mulyo mealkukan demonstarsi silat secara
terbuka di alun -alun Madiun dan menjadikannya sebgai perguruan yang popular di
kalangan masyarakat karena gerakan yang unik penuh seni dan bertenaga . pada
tahun 1917 Joyo Gendilo Cipto Mulyo bergati nama dengan Setia Hati.

Pendiri perguruan tersebut meninggal pada tanggal 10 November 1944
dalam usia 75 tahun, dengan meninggalkan wasiat supaya rumah dan pekarangannya
diwakafkan kepada Setia Hati dan selama bu Ngabei Soero Diwiryo masih hidup
tetap menetap di rumah tersebut dengan menikmati pensiun dari perguruan
tersebut. KI Ngabei dimakamkan di Desa Winongo Madiun dengan batu nisan garnit
dengan dikelilingi bunga melati. Dan oleh berbagai kalangan makam Ki Ngabei
dijadikan pusat dari perguruan Setia Hati. Dan pada Tahun 1922 Murid KI Ngabei
Soero Diwiryo mendirikan Setia Hati Teratai sebagai respon untuk mengembangkan
Pencak silat dengan ideologi ke SH an. Pertentangan Ideologi memulai memuncak
ketika pendiri SH meninggal yang mana konflik tersebut di motori oleh dua murid
kesayangan Ki Ngabei Soero Diwiryo yang mengakibatkan pecahnya SH dan terbagi
dalam 2 wilayah teritorial yaitu SH Winongo yang tetap berpusat di Desa Winongo
dan SH Terate di Desa Pilangbangau Madiun. Konflik kedua murid merambat sampai
akar rumput sampai sekarang yang di penuhi rasa kebencian satu sama lain. Belum
lagi konflik di perparah kepentingan politik dan perebutan basis ekonomi.

Basis pendukung antar kedua perguruan di bedakan oleh perbedaan
kelas juga. SH Winongo berkembang dalam alan perkotaan dan basis pendukungnya
adalah para bangsawan atau priyayi sedangkan SH Teratai berkembang diwilayah
pedesaan dan pinggiran kota. Perpecahan kedua perguruan tadi juga terletak
dalam strategi pengembangan ideologi yang satu bersifat ekslusif sedangkan
Hardjo Utomo ingin membangun SH yang lebih bisa diterima masyarakat bawah guna
melestarikan perguruan.

Melihat dari latar belakang tersebut konflik yang tejadi adalah
konflik identitas yang mana kedua perguruan tersebut saling mengklaim kebenaran
pembawa nilai Ideoligi SH yang orisinil dan menganggap dirinya yang paling baik
dan benar. Klaim kebenaran terus menerus di reproduksi sehingga membentuk
praktek -praktek diskursif yang saling meyalahkan satu sama lain.

Konflik yang di gerakkan oleh klaim kebenaran pemegang otoritas
tunggal ideologi ke SH an juga di dukung oleh kultur agraris masyarakat
setempat yang dalam kehidupan sehari-hari tidak mempunyai kegiatan selain
bertani untuk memenuhi kebutuhan sehari -hari. Tumbuh suburnya perguruan silat
di karesidenan Madiun juga di topang oleh idelogi pencak silat yang di olah
kebatinan kejawen yang sangat familiar dalam kehidupan sehari -hari.
Implikasinya kelompok silat menjadi suatu yang itegral dalam kehidupan
masyarakat dan masyarakat juga ikut melestarikan konflik di sebabkan tingkat
partisipasinya dalam kelompok silat sangat tinggi. Hadirnya kelompok silat
dalam masyrakat agraris adalah sebuah media sosial untuk melepaskan rutinitas
sehari -hari dan sebagai pelepas tekanan kemiskinan yang sering di derita
masyarakat petani.

Partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kelompok silat dan di
barengi sentimen ideologis yang kuat dan cenderung emosional dalam bertindak
seringkali di manfaatkan oleh kelompok kepentingan yaitu oleh para politisi
lokal untuk mendukung parpol yang di pimpimnya. Fenomena tersebut bisa di lihat
Mantan Bupati Ponorogo Markum pada tahun 1998 lalu bergabung menjadi anggota
kehormatan SH Terate. Maka kelompok silat yang jumlahnya ribuan sangat
potensial untuk mendukung kepentingan parpol tertentu.hadirnya nuansa
politisasi dalam sebuah organisasi silat yang menambah rantai konflik semakin
panjang dan sangat sulit untuk di selesaikan.

Pertarungan eksistensi antara SH Winongo dan SH Terate juga ber
imbas pada perekutan anggota sebanyak -banyaknya. Dalam memperebutkan anggota
juga sebagai perebutan basis ekonomi. Hasil Penelitian yang di lakukan oleh E.
Probo dia mengambil contoh SH Terate (2002 :6 makalah diskusi),untuk satu kali
pelantikan setiap bulan Sura [bulan pertama dalam kalender Jawa], Terate
melakukan pelantikan sejumlah 1000-2000 anggota baru, jika satu anggota
membayar 700 ribu rupiah, maka uang yang akan masuk ke organisasi dalam satu
tahun adalah 700 juta hingga 1,4 milyar rupiah!!! Jumlah yang fantastis. Ini
menarik sekali, sebuah organisasi silat dengan jumlah anggota 35.000 orang dan
pemasukan 700 juta hingga 1,4 milyar rupiah per tahun..

Maka bila salah satu perguruan silat menguasai satu daerah maka
dengan sekuat tenaga akan mempertahankan,karena di situlah eksitensi sebuah
perguruan silat di pertaruhkan di lain itu mereka juga tidak mau kehilangan
basis ekonominya.

Penutup
Konflik Identitas antara SH Winongo dan SH Teratai yang di mulai
dengan klaim kebenaran tentang pemegang teguh ajaran ke SH an sekarang mulai
merebak pada perebutan basis ekonomi serta di manfaatkanya kelompok silat
sebagai penyokong parpol tertentu. Di lain sisi masyrakat pun ikut melestarikan
adanya konflik tersebut. maka untuk menghindari adanya konflik ideologis yang
berkepanjanngan perlu di lakukan tindakan yang tegas oleh aparat kepolisian.
Serta pemerintah daerah setempat harus menciptakan media sosial yang lain yang
dapat membuat masyarakat keluar dari rutinitas sehari-hari dan terlepas dari
berbagai tekanan sosial ekonomi yang selalu menghatui.Selain itu pemerintah
daerah harus mempunyai program pembangunan yang berorentasi pada kesejahteraan
rakyat.karena kita ketahui hadirnya konflik tersebut tidak lepas dari budaya
kemiskinan masyarakat setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar